Total Tayangan Halaman

Rabu, 03 Desember 2014

MENANTI PROFESIONALITAS BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI PASCA UU 34/2014


 
Pengantar
Pasca diundangkannya UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji oleh DPR RI akhir september tahun ini, terdapat berbagai pendapat pro dan kontra sekitar eksistensi BPKH sebagai pengelola dana BPIH (Biayan Perjalanan Ibadah Haji).
Sebagian masyarakat mengapresaiasi UU ini dengan muculnya institusi baru yakni BPKH yang nantinya membantu tugas –tugas Direktorat Jenderal Haji dan Umroh. BPKH akan bertugas menempatkam dan menginvestasikan keuangan haji sehinga dana haji yang bermlah 67 trilliyun bisa memberikan manfaat kepada para jamaah haji.
Meskipun belum teruji di lapangan tetapi paling tidak, akan dibentuknya BPKH oleh Presiden, merupakan upaya Pemerintah dalam memperbaiki sistem ibadah haji yang selama ini carut marutyang ada di Indonesia. Kita merupakan pemasok jemaah haji yang paling besar di banding negara-negara Islam lainnya. Untuk itu pelayanan pemerintah terhadap warganya yang akan beribadah haji sangat kompleks.
Tetapi ada jugasebagian masyarakat yang apriori terhadap UU ini karena pengaturan ibadah haji masih dilakukan oleh tangan-tangan pemerintah. Mungkin mereka lupa bahwa ibadah haji setiap tahunnya diikuti oleh sekitar 210 ribu umat Islam yang waktu dan tempatnya bersamaan. Waktunya ada di bulan dzul hijjah dan tepatnya di sekitar kota Mina dan Arofah.
Namun demikian waktulah yang akan menjawab upaya-upaya positif dari pemerintah dalam menangani berbagai problem penyelenggaraan ibadah haji. Ibadah haji harus tetap dilaksanakan,  begitu juga dengan harapan  masyarakat agar daoam melaksanakan ibadah haji bisa  tenang dalam melaksanakan seluruh rangkaian haji.

Harapan Baru dari UU 34/2014
Di tengah carut marut pengelolaan keuangan ibadah haji yang menyeret mantan pejabat di Kementerian Agama RI sebagai tersangka maupun calon tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, UU 34/2014 ini seakan menjadi obat penenang bagi jamaah haji. Melalui UU ini nantinya akan dibentuk lembaga Badan Pengelolan Keuangan Haji yang akan diisi para professional baik dari pemerintah maupun dari para tokoh masyarakat.
Beberapa harapan yang diimpikan oleh masyarakat Indonesia, paling tidak ada empat hal prinsip yang perlu direalisaikan, di antaranya: pertama, pengelolaan keuangan yang professional. Pengalaman selama ini, dana haji sering menjadi batu sandungan bagi para pejabat di Kementerian Agama karena dikelola tidak serius dan cenderung dikelola sebagai sampinga. Akibatnya masyarakat kurang percaya terhadap pengelolaan dana haji.
BPKH yang merupakan lembaga baru harus bisa memberikan peluang untuk mengelola keuangan haji secara profesional. Dewan pengelola BPKH harus diisi oleh tokoh-tokoh terbaik bangsa ini yang mempunyai integritas yang tinggi .
Kedua, bebas dari jeratan korupsi. Munculnya UU PKH ini dalam rangka mengurai benang kusut pengelolaan keuangan haji dari hulu hingga hilir. Untuk itu person-person yang diangkat di BPKH harus bebas dari jeratan korupsi. Ibarat sapu lidi, harus bersih manakala akan dipergunakan untuk menyapu lantai yang kotor. Sebaliknya apabila sapu kotor maka susah untuk membersihkan lantai yang kotor.
Ketiga, memberikan advantage atau keuntungan bagi umat Islam. Hingga saat ini waiting list ibadah haji sudah ada yang harus menunggu hingga 15 tahun yang akan datang, sementara calon jamaah haji sudah meyetor uanngnya sejak ekarang. Oleh karena itu dengan jeda waktu 10-15 tahun, bagi pengelola BPKH bisa memanfaatkan dana BPKH dalam bentuk investasi di lembaga keuangan syaraiah.
Keempat, memberikan kenyamanan bagi jamaah. Banyaknya problem yang mendera para penyelenggara haji je dalam kubangan korupsi memberikan dampak negatif bagi para calon jamaah haji yang masih menungggu waktu keberangkatan. Pengelolaan BPIH secara professional tentunya akan memberikan rasa aman bagi jamaah bahawa dana yang telah disetorkan akan aman, bahkan akan memberikan tambahan keuntungan dan kenyamanan selama pelaksanaan ibadah haji nanti.
Namun demikian harapan ini tinggal harapan manakala para penyelenggara BPKH ini tdak bekerja maksima. Kerja profesional dan sungguh-sungguh bisa menjadi support dalam melaksanakan tugas berat ini. Di samping itu juga banyak tantangan yang harus dihadapi.   
Tantangan BPKH
Secara legal formal, perangkat BPKH telah disiapkan secara detail dalam UU PKH nomor 34 tahun 2014. Beberapa tantangan yang sangat nyata di depan mata terdapat di berbagai aspek, di antaranya; pertama aspek kelembagaan. Secara kelembagaan, sebagai lembaga baru BPKH, masyarakat mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi. BPKH harus lebih baik dari Direktorat Jenderal PHU Kementerian Agama RI yang baru saja bermasalah dengan pengelolaan BPIH.
Lembaga ini juga berangotakan personal-personal yang diangkat oleh Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden (Ps.29). Meski di bawah Presiden, BPKH haus tetap berkordinasi dengan kementerian terkait, yakni Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan.
Kedua, aspek kewenangan. Salah satu kewenangan yang sangat krusial adalah wewenang BPKH untuk menempatkan dan menginvestasikan dana haji di lembaga keuangan syariah (Ps.24). Pilihan temppat dan bentuk investasi ini juga menjadi problem signifikan karena berkaitan dengan lembaga lain yakni lembaga bisnis dan perbankan yang mengunakan prinsip-prinsip syariah.
Ketiga, aspek hak dan kewajiban. Pengelola berhak mendapatkan dana operasional dari kemanfatan dana haji. Semakin besar manfaat pengelolaan dari dana haji maka semakin besar hak-hak yang diberikan kepada pengelola BPKH. Meski demikian sebagai lembaga negara tentu harus tunduk pada aturan-aturan keuangan negara.
Beberapa tantangan itu tentu menjadi catatan pengelola dalam melaksanakan pengelolaan dana haji/BPIH. Apapun tantangannya bisa diredam manakala sistem nya kuat dan person yang dipilih mempunyai integritas yang tinggi.
Perbaikan ke Depan
Ke depan, lembaga ini harus menjadi lembaga yang mandiri dan independent tanpa ada satu pun fihak yang bisa mengintervenvi eksistensi BPKH. Layaknya KPK, lembaga ini harus tampil sebagai pengayom bagi para calon jamaah haji sekaligus memberikan bantuan kemudahan dalam berbagai aspek penyelenggaraan haji di Indonesia.
Di samping itu, lembagaini harus diisi oleh orang orang pilian yang tidak hanya faham tentang pengelolaan dana keuangan tetapi juga mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni, sehingga pengelolaan dana haji bisa bermanfaat secara maksimal sekaligus sesuai dengan keuangan syariah.
Wal hasil, ekspektasi masyarakat yang begitu besar, harus diimbangi dengan sistem dan person yang tangguh dan mumpuni. Secara sistemik lembaga ini di bawah presiden dan eksistensinya sesuai dengan UU PKH yang sedang disosialisasikan kepada masyarakat. Namun demikian lembaga ini perlu didukung oleh orang-orang yang mumpuni dalam bidang kesyariahan. ***)


*) Paper ini dipresentasikan dalam Seminar Nasional “Sosiallisasi UU Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji” di Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) UIN Walisongo, di Auditorium UIN kampus 3, Kamis 4 Desember 2014.