Pengantar
Pasca
diundangkannya UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji oleh
DPR RI akhir september tahun ini, terdapat berbagai pendapat pro dan kontra
sekitar eksistensi BPKH sebagai pengelola dana BPIH (Biayan Perjalanan Ibadah
Haji).
Sebagian
masyarakat mengapresaiasi UU ini dengan muculnya institusi baru yakni BPKH yang
nantinya membantu tugas –tugas Direktorat Jenderal Haji dan Umroh. BPKH akan
bertugas menempatkam dan menginvestasikan keuangan haji sehinga dana haji yang
bermlah 67 trilliyun bisa memberikan manfaat kepada para jamaah haji.
Meskipun
belum teruji di lapangan tetapi paling tidak, akan dibentuknya BPKH oleh
Presiden, merupakan upaya Pemerintah dalam memperbaiki sistem ibadah haji yang
selama ini carut marutyang ada di Indonesia. Kita merupakan pemasok jemaah haji
yang paling besar di banding negara-negara Islam lainnya. Untuk itu pelayanan
pemerintah terhadap warganya yang akan beribadah haji sangat kompleks.
Tetapi
ada jugasebagian masyarakat yang apriori terhadap UU ini karena pengaturan
ibadah haji masih dilakukan oleh tangan-tangan pemerintah. Mungkin mereka lupa
bahwa ibadah haji setiap tahunnya diikuti oleh sekitar 210 ribu umat Islam yang
waktu dan tempatnya bersamaan. Waktunya ada di bulan dzul hijjah dan tepatnya
di sekitar kota Mina dan Arofah.
Namun
demikian waktulah yang akan menjawab upaya-upaya positif dari pemerintah dalam
menangani berbagai problem penyelenggaraan ibadah haji. Ibadah haji harus tetap
dilaksanakan, begitu juga dengan harapan
masyarakat agar daoam melaksanakan
ibadah haji bisa tenang dalam
melaksanakan seluruh rangkaian haji.
Harapan Baru dari UU 34/2014
Di tengah carut marut
pengelolaan keuangan ibadah haji yang menyeret mantan pejabat di Kementerian
Agama RI sebagai tersangka maupun calon tersangka oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi, UU 34/2014 ini seakan menjadi obat penenang bagi jamaah haji. Melalui
UU ini nantinya akan dibentuk lembaga Badan Pengelolan Keuangan Haji yang akan
diisi para professional baik dari pemerintah maupun dari para tokoh masyarakat.
Beberapa harapan yang
diimpikan oleh masyarakat Indonesia, paling tidak ada empat hal prinsip yang
perlu direalisaikan, di antaranya: pertama, pengelolaan keuangan yang
professional. Pengalaman selama ini, dana haji sering menjadi batu sandungan
bagi para pejabat di Kementerian Agama karena dikelola tidak serius dan
cenderung dikelola sebagai sampinga. Akibatnya masyarakat kurang percaya
terhadap pengelolaan dana haji.
BPKH yang merupakan
lembaga baru harus bisa memberikan peluang untuk mengelola keuangan haji secara
profesional. Dewan pengelola BPKH harus diisi oleh tokoh-tokoh terbaik bangsa
ini yang mempunyai integritas yang tinggi .
Kedua,
bebas dari jeratan korupsi. Munculnya UU PKH ini dalam rangka mengurai benang
kusut pengelolaan keuangan haji dari hulu hingga hilir. Untuk itu person-person
yang diangkat di BPKH harus bebas dari jeratan korupsi. Ibarat sapu lidi, harus
bersih manakala akan dipergunakan untuk menyapu lantai yang kotor. Sebaliknya
apabila sapu kotor maka susah untuk membersihkan lantai yang kotor.
Ketiga,
memberikan advantage atau keuntungan bagi umat Islam. Hingga saat ini waiting
list ibadah haji sudah ada yang harus menunggu hingga 15 tahun yang akan datang,
sementara calon jamaah haji sudah meyetor uanngnya sejak ekarang. Oleh karena
itu dengan jeda waktu 10-15 tahun, bagi pengelola BPKH bisa memanfaatkan dana
BPKH dalam bentuk investasi di lembaga keuangan syaraiah.
Keempat,
memberikan kenyamanan bagi jamaah. Banyaknya problem yang mendera para
penyelenggara haji je dalam kubangan korupsi memberikan dampak negatif bagi
para calon jamaah haji yang masih menungggu waktu keberangkatan. Pengelolaan
BPIH secara professional tentunya akan memberikan rasa aman bagi jamaah bahawa
dana yang telah disetorkan akan aman, bahkan akan memberikan tambahan
keuntungan dan kenyamanan selama pelaksanaan ibadah haji nanti.
Namun demikian harapan
ini tinggal harapan manakala para penyelenggara BPKH ini tdak bekerja maksima.
Kerja profesional dan sungguh-sungguh bisa menjadi support dalam melaksanakan
tugas berat ini. Di samping itu juga banyak tantangan yang harus dihadapi.
Tantangan BPKH
Secara
legal formal, perangkat BPKH telah disiapkan secara detail dalam UU PKH nomor
34 tahun 2014. Beberapa tantangan yang sangat nyata di depan mata terdapat di
berbagai aspek, di antaranya; pertama aspek kelembagaan. Secara kelembagaan,
sebagai lembaga baru BPKH, masyarakat mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi.
BPKH harus lebih baik dari Direktorat Jenderal PHU Kementerian Agama RI yang
baru saja bermasalah dengan pengelolaan BPIH.
Lembaga
ini juga berangotakan personal-personal yang diangkat oleh Presiden dan
bertanggungjawab kepada Presiden (Ps.29). Meski di bawah Presiden, BPKH haus
tetap berkordinasi dengan kementerian terkait, yakni Kementerian Agama dan
Kementerian Keuangan.
Kedua,
aspek kewenangan. Salah satu kewenangan yang sangat krusial adalah wewenang BPKH
untuk menempatkan dan menginvestasikan dana haji di lembaga keuangan syariah
(Ps.24). Pilihan temppat dan bentuk investasi ini juga menjadi problem
signifikan karena berkaitan dengan lembaga lain yakni lembaga bisnis dan
perbankan yang mengunakan prinsip-prinsip syariah.
Ketiga,
aspek hak dan kewajiban. Pengelola berhak mendapatkan dana operasional dari
kemanfatan dana haji. Semakin besar manfaat pengelolaan dari dana haji maka
semakin besar hak-hak yang diberikan kepada pengelola BPKH. Meski demikian
sebagai lembaga negara tentu harus tunduk pada aturan-aturan keuangan negara.
Beberapa
tantangan itu tentu menjadi catatan pengelola dalam melaksanakan pengelolaan
dana haji/BPIH. Apapun tantangannya bisa diredam manakala sistem nya kuat dan
person yang dipilih mempunyai integritas yang tinggi.
Perbaikan ke Depan
Ke depan, lembaga ini
harus menjadi lembaga yang mandiri dan independent tanpa ada satu pun fihak
yang bisa mengintervenvi eksistensi BPKH. Layaknya KPK, lembaga ini harus
tampil sebagai pengayom bagi para calon jamaah haji sekaligus memberikan
bantuan kemudahan dalam berbagai aspek penyelenggaraan haji di Indonesia.
Di samping itu,
lembagaini harus diisi oleh orang orang pilian yang tidak hanya faham tentang
pengelolaan dana keuangan tetapi juga mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni,
sehingga pengelolaan dana haji bisa bermanfaat secara maksimal sekaligus sesuai
dengan keuangan syariah.
Wal hasil, ekspektasi
masyarakat yang begitu besar, harus diimbangi dengan sistem dan person yang
tangguh dan mumpuni. Secara sistemik lembaga ini di bawah presiden dan
eksistensinya sesuai dengan UU PKH yang sedang disosialisasikan kepada
masyarakat. Namun demikian lembaga ini perlu didukung oleh orang-orang yang
mumpuni dalam bidang kesyariahan. ***)
*) Paper ini dipresentasikan dalam
Seminar Nasional “Sosiallisasi UU Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Haji” di Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) UIN Walisongo, di Auditorium UIN
kampus 3, Kamis 4 Desember 2014.