MENUJU CENTER OF EXCELLENT ILMU FALAK
(Peluang dan Tantangan Sarjana Ilmu Falak di Era Modern)
Oleh: Dr. Imam Yahya M.A.
(Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin pesat menuntut perkembangan segala aspek kehidupan umat manusia tak terkecuali perkembangan hukum Islam. Dalam tradisi pesantren kaidah fiqhiyyah taghyiru al-ahkam bi taghoyyuri al-azminati wa al-amkinah, hukum itu berubah disebabkan perubahan zaman dan tempat (Ibn Qayyim: tt: III/3) senantiasa relevan dijadikan pegangan dalam merespon perkembangan zaman.
Berbagai problem hukum yang belakangan muncul di tengah masyarakat kita perlu mendapat respon yang cerdas dan benar. Problem penentuan arah kiblat misalnya, yang belakangan ini berkembang di tengah masyarakat muslim Indonesia, harus didudukkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang kontekstual. Problem ini bukanlah sekedar persoalan ubudiyah semata dengan meluruskan arah kiblat barat, tetapi secara ilmiah harus dijelaskan secara detail. Secara astronomis (baca:ilmu falak), perbedaan tempat yang karena jarak dan posisi berbeda akan mengalami perbedaan arah kiblat, sehingga dibutuhkan akurasi dalam menentukan arah kiblat ini.
Penentuan awal Ramadlon dan Syawal yang setiap tahun menyita banyak perhatian masyarakat Islam di Indonesia, merupakan problem sosiologis yang harus dijelaskan secara hati-hati. Kalau salah meluruskan problem astronomis ini akan berakibat pada problem-problem sosial lainnya. Pertentang awal puasa bisa berujung pada problem sosial politik yang tak berujung pangkal. Berdirinya BHR Nasional merupakan respon positif Kementerian Agama dalam mengelola konflik sosial keagamaan yang sangat bijak, meski hingga saat ini belum semua elemen organisasi soaial keagamaan ini sepakat dengan BHR nasional.
Problem Akademis
Seiring dengan problem sosiologis di atas, banyaknya persoalan ilmu falak ini menuntut para ilmuan untuk menyelesaikan secara akademis. Ilmu falak selama ini dipandang sebagai ilmu klasik yang hanya bermanfaat dalam menyelesaikan persoalan ubudiyah, yakni persoalan awal waktu sholat, awal puasa dan awal bulan haji (dzul hijjah). Namun sejatinya ilmu falak ini merupakan rangkaian ilmu pengetahuan yang telah berkembang lama sejak masa al-Biruni (973-1048) yang dihidup pada abad ke-10-11.
Jauh sebelum Nicolas Copernicus menemukan teori Heliosentris, bahwa mataharilah pusat tata surya kita (bukan bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya), dalam literatur astronomi Islam, terdapat astronom yang memunculkan gagasan sistem jagad raya Heliosentris. Al-Biruni (973-1048) telah banyak melakukan telaah tentang struktur sistem jagad raya. Pada mulanya ia sampai pada kesimpulan bahwa sistem Geosentris maupun sistem Heliosentris keduanya dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala astronomi dengan tingkat keberhasilan yang sama. Tetapi kemudian ia teguh berpegang pada sistem Heliosentris.
Ilmu falak, sebagai sebuah sains yang dikembangkan oleh umat Islam, tentulah mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam ilmu kebenaran suatu teori itu bersifat relatif. Teori Geosentris yang semula dianggap sebagai kemenaran final kemudian tergeser dengan teori Heliosentris. Begitu juga teori yang baru inipun akan bertahan sampai datang teori yang dapat meruntuhkannya dan seterusnya.
Tentu problem ini adalah problem kita bersama civitas akademika di IAIN dan PTAIN/PTAIS pada umumnya. Namun IAIN Walisongo yang telah berdiri sejak tahun 1970 merasa lebih bertanggungjawab secara historis, karena Rektor pertamanya adalah seorang begawan ilmu falak pengarang kitab falak Khulashatu al-Wafiyyah, yakni KH Zuber Umar al-Jailani.
Beberapa problem inilah yang kemudian memberi energi bagi IAIN Walisongo khususnya di Fakultas Syariah untuk tetap eksis mengembangakan ilmu falak transformatif, ilmu falak yang tidak hanya berdimensi ubudiyyah semata tetapi ilmu falak untuk kemashlahatan umat secara umum.
Pusat Pendidikan Ilmu Falak
Bahasa lain yang pernah disampaikan oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, Prof. Dr. H. Nasaruddimn Umar, MA. adalah Fakultas Syariah IAIN Walisongo sebagai mercu suar pendidikan ilmu falak di Indonesia, di Asia Tenggara bahkan di dunia dan di akhirat.
Melalui pendirian Konsentrasi Ilmu Falak di bawah Jurusan Ahwalus Syahsyiyyah di tingkat S.1 Fakultas Syariah, dan Program Pascasarjana baik di program S.2 maupun S.3, IAIN Walisongo berupaya untuk menyiapkan tenaga-tenaga professional dan kompeten dalam bidang ilmu Falak. Kita menyadari bahwa tidak banyak calon mahasiswa baik S.1, S.2, S.3 yang ingin mendalami ilmu Falak, tetapi seiring dengan perkembangan ilmu Falak di Walisongo, masyarakat menyadari betapa ilmu falak adalah bagian dari ilmu Alloh yang harus dikembangkan. Permohonan langsung maupun tidak langsung dari masyarakat sebagai indikator bahwa ilmu falak ini akan semakin diperlukan di tengah masyarakat muslim di Indonesia.
Status KIF yang di bawak jurusan AS di Fakultas Syariah, insya Allooih akan menjadi Prodi/Jurusan mandiri di tahun akademik 2011/2012. Perubahan status ini sebagai upaya meningkatkan keseriusan lembaga dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di bidang ilmu Falak.
Upaya-upaya yang dilakukan Fakultas Syariah IAIN Walisongo ini tidak hanya berhenti dalam proses belajar mengajar, melalui PUSLAFALAK (Pusat Layanan Falak) yang mulai beraktifitas pada tahun ini, Fakultas Syariah memgusulkan kepada Institut agar PUSLAFAK ini menjadi pertimbangan direalisasikannya Lembaga Hisab Rukyat “Walisongo” sebagai bukti konkrit dari IAIN Walisongo menjadi pusat pendidikan ilmu falak di Indoesia.
LEMBAGA HISAB RUKYAT ini penting mengingat upaya pengembangan dan pembinaan ilmu falak tidak bisa hanya dengan pengembangan keilmuan semata, tetapi harus menjadi ilmu yanag aplikable di tengah masyarakat muslim di Indonesia. Melalui LHR ini gagasan-gagasan ilmu falak yang dikembangkan oleh para begawan ilmu falak bisa bermanfaat bagi umat.
Peluang Sarjana Ilmu Falak
Menjamurnya pendidikan tinggi dengan latar belakang agama di berbagai daerah ternyata belum mencukupi kekurangan sarjana syarian terutama prodi ilmu falak. Secara umum sarjana Syariah mempunyai tiga peluang; pertama, munculnya UU advokat memberikan peluang yang sama antara sarjana syariah dan sarjana hukum. Kedua, sarjana syaraiah diharapkan untuk menjadi mujtahid kontemporer, center of excellent bagi studi fiqh dan ushul fiqh, dan ketiga, menjadikan sarjana syariah sebagai pelaksana hisab rukyat baik di lembaga pemerintahan semisal PTA, PA, Kemenag Prov, Kemenag Kab/Kota bahkan sampai ke KUA tigkat bKecamata, maupun sebagai praktisi hisab rukyat di lembaga sosial keagamaan semisal NU, Muhammadiya, Persis, al-Washliyyah, nahdlatul Wathan dan sebagainya.
Center of Excellent bidang Ilmu Falak.
Peluang inilah yang belum banyak dilirik oleh perguruan tinggi Islam lain adalah mengembangakn konpetensi sarjana syariah menjadi para ahli fiqh yang kontekstual sekaligus mempunyai kompetensi di bidang Ilmu Falak. Mengapa perlu di tambah dengan kompeten di bidang ilmu Falak? Karena ahli fiqh bukanlah barang baru di kalangan masyarakat muslim, bahkan banyak orang menyatakan kalau mau tanya tentang hukum Islam, bertanyalah pada para lulusan IAIN. Yang masih perlu ditekankan adalah bagaimana seorang ahli hukum Islam (baca: fuqoha), juga bisa menjeleaskan secara astronomis berbagai persoalan kontemporer.
Beberapa tahun belakangan ini, umat Islam dikejutkan dengan isu arah kiblat yang dianggap melenceng karena perubahan lempengan bumi, sehingga arah kiblat harus segera duluruskan. Bukankah bumi ini belum pernah mengalami pergeseran signifikan?. Para ahli falak telah menjelaskan bahwa isu ini bukan isu perubahan ahli kablat, namun arah kiblat di Indoesssssnaia perlu dicek secara astronomis, karena banyak masjid yang arah kiblatnya melincing. Ini dibabkan pada waktu pembuatan Masjid Musholla dimungkinkan belum secara maksimal menggunakan ilmu falak yang baik dan benar.
Untuk mencetak para fuqoha yang berkompeten dalam ilmu falak inilah maka perguruan tinggi di kalangan Kemenag sudah seharusnya lebih siap dengan kelebihan di sisi latar belakang pendidikannya.
Beberapa problem yang harus dibenahi oleh lembaga kita di antaranya: eksistensi program studi Ilmu Falak, SDM yang professional dan kompeten di bidangnya, pengembangan sarana dan prasarana.
Di berbagai lembaga pendidikan nahdliyyin urangnya tenaga professional banyak terjadi, hal ini disebabkan oleh kurang baiknya manajemen operasionalnya. Tersedianya dosen yang kompeten sering menjadi problem laten yang dihadapi para pengelola pendidikan tinggi di daerah. Untuk itu untuk mencetak lulusan yang handal harus diupayakan terdsedianya staf pengajar yang sesuai di bidangnya, publikasi, dan penguatan jejaring dengan lembaga terkait. Wallohu A’lamu bi Showab.
*) Makalah disampiakn pada acara Seminar Nasional “Peluang dan Prospek Sarjana Ilmu Falak” yang diselenggarakan Prodi Ilmu Falak Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, Kamis 24 maret 2011. Bersama KH. Masruri Mughni (Pengasuh Ponpes Al-Hikmah Benda Brebes, Rois Syuriah PWNU Jateng), Drs. Chorul Fuad, M.Si. (Kopontren Kemenag RI, dan KH. Slamet Hambali (Lajnah Falakiyyah PBNU).