Total Tayangan Halaman

Senin, 28 Februari 2011

PUSAT KAJIAN ILMU-ILMU SYARIAH TRANSFORMATIF: Visi Baru Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang

Oleh: Dr. Imam Yahya, MA. (Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo)

Setelah melalui perdebatan yang panjang selama dua hari, akhirnya fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang menusung visi baru “Fakultas Syariah sebagai Kiblat Pengembangan Ilmu-Ilmu Syariah Transformatif”. Dalam raker Fakultas yang dikemas seperti workshop ini hadlir Rektor IAIN Walisongo Semarang, Prof. Dr.H.Muhibbin, MA, Direktur Pascasarjana IAIN Walisongo, Prof. Dr.H.Achmad Gunaryo,M.Soc.Sc., dan seluruh Guru Besar di lingkungan Fakultas Syariah seperti Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., (mantan Dekan Fakultas Syariah), Prof. Dr. H. Muslih Shabir, dan Prof. Dr. Mujiono,MA., Dekan Fakultas Syariah, Dr.Imam Yahya,M.A., para Pembantu Dekan, Kajur dan Sekjur, Kepala Laboratorium,Kepala Perpustakaan Fakultas, dan Kabag Kasubag di lingkungan Fakultas Syariah.

Para peserta raker memandang relevan dengan visi ini, dengan pertimbangan Fakultas Syariah yang telah 40 tahun berdiri harus mengusung visi yang menantang dan transformative. Fakultas syariah tetap memegang kaidah Al-Muhafadhoh ala al-Qadim al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (konsisten dengan prilaku baik yang sudah ada dan mengembangkan prilaku yang lebih baik di masa yang akan datang), meski dengan berbagai dinamika.

Halini dilatar belakngi oleh beberapa problem baik secara internalmaupun eksternal. Secara internal IAIN yang sebentar lagi berubah status menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) mau tidak mau berdampak pada eksistensi Fakultas Syariah. Lima tahun terakhir, mahasiswa Fakultas Syariah banyak di dominasi oleh prodi perbankan syariah dan ekonomi Islam. Calon mahasiswa lebih suka ke jurusan-jurusan yang praktis akan menjanjikan pekerjaan instan seperti prodi pbs dan prodi EI, sementara prodi Muamalah, Jinayah Siyasah dan Aswal al-Syahsyiyyah mengalami penurunan peminat. Oleh karena itu menjelang berubah statusnya IAIN menjadi UIN, Fakultas Syariah harus mempersiapkan diri agar tidak terlalu kaget dengan eksistensinya manakala prodi pbs dan EI harus beralih status menjadi prodi ekonomi dan perbankan di Fakultas Sosial Humaniora nanti.

Begitu juga dengan prodi Ilmu Falak yang selama ini menjadi unggulan prodi Ahwal Syahsyiyyah kemungkinan akan berubah status menjadi prodi astronomi di lingkungan Fakultas Sosial Humaniora. Secara praktis pada akhirnya prodi-prodi yang tetap dilingkungan Fakultas Syariah adalah prodi Ahwal al-Syahsyiyyah,Muamalah, dan Jinayah Siyasah.

Problem kedua yang sangat berperan dalam penggantian visi Fakultas Syariah ini adalah stigamatisasi masyarakat terhadap Fakultas Syariah sebagai bagian dari liberalisasi ilmu-ilmu syariah. Stigma ini mestinya merugikan eksistensi Fakultas Syariah. Meski keluarga besar Syariah menolak stigma ini namun apalah artinya penolakan ini kalau tanpa dibarengi dengan perilaku transformative yang dilakukan oleh civitas akademika fakultas Syariah.

Ilmu-ilmu Syariah trasformatif dimaksudkan untuk bahwa ilmu syariah bukanlah ilmu-ilmu yang stagnan dan konservatif sebagaimana banyak difahami oleh masyarakat muslim. Phobia terhadap syariah sudah semestinya dihilangkan, karena watak syariah sesungguhnya adalah shalihun likulli zamanin wamakanin (cocok untuk seluruh waktu dan tempat). Syariah transformative berarti ilmu syariah harus mengalami transformasi dari yang doktrinal dan tekstualis, menuju pemahaman syariah yang substansialis dan membumi. Syariah adalah hukum-hukum dari Alloh yang bersifat global, dan pada gilirannya hanya sebagai angan-angan dan support terhadap hukum-hukum Islam yang bersifat tatbiqy.

Dengan mengusung ide syariah transformative, diharapkan pemikiran hukum Islam dan ekonomi Islam bisa berkembang pesat di lingkungan Fakultas Syariah. Fakultas Syariah tidak hanya mahir dalam berbicara tentang hukum Islam doktrinal atau fiqh oriented. Akan tetapi Fakultas Syariah bisa memperjuangkan nilai-nilai substansialis dari syariah dalam kehidupan riil di tengah masyarakat modern ini.

Begitu juga peran Hukum Islam dalam perkembangan hukum di Indonesia bisa berperan maksimal. Melalui visi Ilmu-ilmu syariah transformative ini, Fakultas Syariah tidak saja menawarkan gagasan-gagasan tentang pemikiran hukum Islam, tetapi juga bisa mengejar ketertinggalan dari lembaga sejenis dalam memberikan sumbangan terhadap berbagai perundang-undangan yang berkembang sekarang ini. Keberhasilan Fakultas Syariah dalam memperjuangkan advokat syariah menjadi salah satu jenis advokat yang diakui sejajar dengan advokat lainnya, menjadi rujukan bahwa Fakultas Syariah harus mampu bangun dari ketertinggalan-ketertinggalan yang selama ini.
Tantangan ini merupakan tantangan positif yang harus menjadi support bagi para pejabat Fakultas Syariah agar tidak kembali tertinggal.

Bagi keluarga besar Fakultas Syariah, raker ini menjadi tenaga baru untuk melangkah Fakultas Syariah ke depan, yakni Fakultas Syariah yang menjadi Kiblat Pnegambangan Ilmu-Ilmu Syariah Transformatif.
Wallohu a”lam bis shawab.

Tidak ada komentar: