Oleh : Imam Yahya
(Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, Sekretaris Pengurus KJKS BMT Walisongo Semarang)
Ketika dunia kerja di Lembaga Keuangan Syariah semakin menggembirakan, muncul pertanyaan dari para aktifis Ekonomi Islam tentang rendahnya gerakan ekonomi Islam di kalangan para aktifis ekonomi Islam. Banyak diantara kita yang menganggap bahwa ekonomi Islam tidak lebih dari sistem ekonomi yang berbeda dengan ekonomi konvensional semata. Bahkan lebih parah lagi banyak para pegiat ekonomi syariah yang melafalkan produk-produk syariah masih belum pas, mudhorobah yang tulisannya mudharabah, tetap dibaca mudharabah.
Tak salah memang,namun sebagai salah satu pegiat ekonomi syariah yang berinteraksi dengan “ilmu-ilmu ekonomi (muamalah)” terasa ada yang kurang untuk mengkomunikasikan universalitas ekonomi syariah kepada masyarakat banyak. Masyarakat kita yang plural memang membutuhkan waktu panjang untuk mengkomunikasikan ekonomi Islam yang sesuai dengan tuntunan muamalah yang sebenarnya.
Bagi kita, ketika menerapkan ajaran-ajaran Islam kita tidak bisa menerapkan seratus persen, karena pada hakikatnya syariat kita juga diturunkan secara tadarruj (berangsur-angsur), tidak dalam satu waktu dan konteks yang cepat. Paling tidak Nabi Muhammad menyampaikian ajaran Islam hingga ayat terakhir “al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu nikmati waroditu lakumulislam dina” membutuhkan waktu 23 tahun. Islam diturunkan sedikit demi sedikit disesuaikan dengan kondisi umat islam berada.
Untuk itu tidak ada salahnya sosilalisasi ekonomi Islam masih tetap dilakukan untuk kemashlahatan umat Islam, baik ekonomi islam sebagai gerakan maupun ekonomi islam sebagai sebuah sistem ekonomi yang berlaku untuk semua manusia dan segala alam semesta.
Problematika semacam itulah yang kemudian memaksa IAIN untuk membuka prodi perbankan syariah dan ekonomi Islam untuk mempersiapkan SDM ekonomi Islam yang handal dan sesuai dengan teori-teori muamalah sekaligus tidak bertentangan dengan dinamika ekonomi konvensional.
Dunia ilmu memang tidak berbanding lurus dengan dunia kerja. Kampus banyakmengumbar teori meski di sana sini masih perlu dilakukan penyesuaian antara dua kutub, langit dan bumi. Sebaliknya banyak pegiat ekonomi syariah yang karena kurang kajian dan teori kemudian menyimpang dari grand teori ekonomi syariah.
Melalui magang yang dilakukan,mahasiswa diyuntut untukmemperhatikan beberapa hal yang akan dilaksanakan.
Pertama, jadikan magang sebagai wahana miniatur lembga keuangan yang pada akhirnya bisa menghantarkan mahasiswa memahami sekaligus bisa mencarikan solusi akan berbagai persoalan riil di lembaga ekonomi syaraiah. Fakta membuktikan bahwa banyak mahasiswa yang di akhir magang kemudian ditawari untuk mengajukan lamaran kerja ke lembaga di mana mereka magang. Kepercayaan ini yang selanjutnya dibangun oleh para peserta PPL agar bisa menggaet minat dan perhatian para pelaku ekonomi syaraiah di tempat-tempat se antero negara ini.
Kedua, magang harus dijadikan sebagai media penelitian guna penelitian lebih lanjut. Ketika mereka menemukan persoalan-persoalan menarik di lembaga Keuangan Syariah inilah yang seharusnya kemudian dijadikan sebagai bahan penulisan tugas akhir, proposal EI.
Ketiga, mnagang harus mampu merubah image peserta bahwa kerja di perusahaan berbasi pada kompetensi masing-masing. Tak ada mustasnayat (pengecualian) tak ada pembedaan, yang ada adalah bagaimana seluruh karyawan harus bekerja sesuai dengan tupoksi masing-masing. Untuk itu diharapkan peserta magang harus bisa menampilkan rapi, ramah dan rupawan. Rapih berarti performance sebagai karyawan harus ditampilkan secara serius dan meyakinkan, sehingga image customer tidak berubah dari karyawan beneran dan karyawan sementara. Ramah berarti bahwa seorang karyawan harus ramah dengan siapa saja, sesama karyawan, kepada nasabah dan seluruh tamu yang menghadiri institusi keuangan yang dimiliki. Dan rupawan mengandaikan bahwa seorang karyawan lembaga keuangan dituntut untuk bisa tampil maksimal untukkepuasan nasabah.
Itulah paling tidak tiga hal yang harus diperhatikan bagi sdr-sdr yang akan melakukan magang di berbagailembaga keuangan syariah di Semarang dan kota-kota sekitar. Selamat bagi mahasiswa.
(Disampaikan pada acara Pembekalan Magang/PPL mahasiswa prodi Perbankan Syariah Fakultas Syariah IAIN Walisongo, 26 Januari 2011, di ruang sidang Fakultas).
Sabtu, 29 Januari 2011
Bisnis Gathering: MEMBUMIKAN EKONOMI SYARIAH
Oleh: Imam Yahya (Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, Anggota Dewan Pengawas Syariah Inkopsyah Jawa Tengah)
Salah satu pertanyaan yang menarik dalam kajian sejarah ekonomi Islam adalah, mengapa Islam jaya pada masa Islam klasik, sementara di abad-abad sekarang ini Islam lebih identik dengan kekurang beruntungan dan di berbagai belahan dunia ini. Negara-negara berpenduduk mayoritas Islam di Afrika dan Asia banyak yang identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Sesungguhnya, sejak lahir islam tidak identik dengan kemiskinan. Sebelum NabiMuhammad SAW diutus Alloh sebagai Nabi dan Rasul, beliau telah dikenal sebagai sebutan al-Amin, orang yang jujur dalam berbagai hal terutama kejujurannya dalam berdagang. Perdagangan pada saat itu merupakan profesi utama dalam tradisi klasik jazirah Arabia. Dengan sebutan al-Amin ini pulalah saudagar besar pada saat itu, Siti Khadijah bin Khuwailid akhirnya meminang Nabi Muhammad sebagai suami.
Dalam sirah Nabawi diterangkan bahwa ketika menikah dengan Khadijah, Nabi memberikan mas kawinnya sebesar 400 ternak sapi (jika dikurskan sekarang ini 400 x 10 jt, 4 milyar). Tidak mungkin kalau dengan 400 sapi, Nabi dianggap sebagai orang tak berada. Nabi sebagai salah satu pelaku pasar tentunya banyak memberikan uswatun hasanah bagaimana menjadi orang yang senantiasa berkarya dalam bidang ekonomi syariah.
Banyak ayat-ayat Qur’an dan Hadits yang memberikan semangat dalam mengembangkan ekonomi syariah di antaranya QS.ar-Rum : 39.
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Ayat ini menyampaikan pesan moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan Al-quran ini secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang.
Begitu juga dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang menjadi hukum mengenai status riba
الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275).
Memahami ayat ayat tersebut, apalah arti sebuah usaha kita bertambah besar dan maju kalau hanya sekedar sukses di depan manusia,sementara di hadapan Alloh usaha kita yang didasarkan karena riba semata tidak ada manfaat sedikitpun. Usaha yang tidak mendapatkan rahmat dan ridlo Alloh hanya bermanfaat selama kita di dunia, tak ada atsar di alam pasca dunia.
Untuk itu agar usaha dan rizqi kita barokah dan bermanfaat baik di hadapan manusia maupun di depan Alloh,maka usaha kita harus bersih dari riba dan mendapatkan ridho di hadapan Alloh SWt. Sehingga doa kita yang senantiasa dipanjatkan kehadlirat Alloh yakni Rabbana atina fid dunia hasanah wafilakhiroti hasanah waqina adzaban naar, sukses di dunia dan sukses di akhirat bisa diwujudkan dalam prilaku ekonomi syariah yang sekarang ini masih tertatih-tatih baik secara substantif maupun tehnis operasionalnya. La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim.
(Disampaikan pada acara Bisnis Gathering, para Pemegang Simsus "Hudatama" Semarang, 25 Januari 2011, di Hotel Patra Jasa Semarang)
Salah satu pertanyaan yang menarik dalam kajian sejarah ekonomi Islam adalah, mengapa Islam jaya pada masa Islam klasik, sementara di abad-abad sekarang ini Islam lebih identik dengan kekurang beruntungan dan di berbagai belahan dunia ini. Negara-negara berpenduduk mayoritas Islam di Afrika dan Asia banyak yang identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Sesungguhnya, sejak lahir islam tidak identik dengan kemiskinan. Sebelum NabiMuhammad SAW diutus Alloh sebagai Nabi dan Rasul, beliau telah dikenal sebagai sebutan al-Amin, orang yang jujur dalam berbagai hal terutama kejujurannya dalam berdagang. Perdagangan pada saat itu merupakan profesi utama dalam tradisi klasik jazirah Arabia. Dengan sebutan al-Amin ini pulalah saudagar besar pada saat itu, Siti Khadijah bin Khuwailid akhirnya meminang Nabi Muhammad sebagai suami.
Dalam sirah Nabawi diterangkan bahwa ketika menikah dengan Khadijah, Nabi memberikan mas kawinnya sebesar 400 ternak sapi (jika dikurskan sekarang ini 400 x 10 jt, 4 milyar). Tidak mungkin kalau dengan 400 sapi, Nabi dianggap sebagai orang tak berada. Nabi sebagai salah satu pelaku pasar tentunya banyak memberikan uswatun hasanah bagaimana menjadi orang yang senantiasa berkarya dalam bidang ekonomi syariah.
Banyak ayat-ayat Qur’an dan Hadits yang memberikan semangat dalam mengembangkan ekonomi syariah di antaranya QS.ar-Rum : 39.
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Ayat ini menyampaikan pesan moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan Al-quran ini secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang.
Begitu juga dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang menjadi hukum mengenai status riba
الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275).
Memahami ayat ayat tersebut, apalah arti sebuah usaha kita bertambah besar dan maju kalau hanya sekedar sukses di depan manusia,sementara di hadapan Alloh usaha kita yang didasarkan karena riba semata tidak ada manfaat sedikitpun. Usaha yang tidak mendapatkan rahmat dan ridlo Alloh hanya bermanfaat selama kita di dunia, tak ada atsar di alam pasca dunia.
Untuk itu agar usaha dan rizqi kita barokah dan bermanfaat baik di hadapan manusia maupun di depan Alloh,maka usaha kita harus bersih dari riba dan mendapatkan ridho di hadapan Alloh SWt. Sehingga doa kita yang senantiasa dipanjatkan kehadlirat Alloh yakni Rabbana atina fid dunia hasanah wafilakhiroti hasanah waqina adzaban naar, sukses di dunia dan sukses di akhirat bisa diwujudkan dalam prilaku ekonomi syariah yang sekarang ini masih tertatih-tatih baik secara substantif maupun tehnis operasionalnya. La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim.
(Disampaikan pada acara Bisnis Gathering, para Pemegang Simsus "Hudatama" Semarang, 25 Januari 2011, di Hotel Patra Jasa Semarang)
Kamis, 27 Januari 2011
WISUDA SARJANA; GERBANG MASA DEPAN YANG MENDEBARKAN
Oleh: Imam Yahya (Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang)
Sebagai sebuah keniscayaan, wisuda merupakan masa yang ditunggu-tunggu oleh setiap insan akademika di berbagai tingkatan pendidikan, dari strata `1 hingga strata 3, bahkan belakangan ini wisuda juga digunakan untuk tingkatan pendidikan Taman kanak-kanak (TK). Masanyapun turut berbeda-beda, ada yang tujuh semester ada juga yang sampe tujuh tahun alias empat belas semester.
Bagi para wisudawan yang penting adalah bukan berapa cepat dan berapa lama studi, tetapi mau apa pasca wisuda? Inilah yang disindir oleh Iwan Fals yang mengisahkan seorang sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan kemudian pekerjaannya justru “mencari pekerjaan” dengan berbekal selembar ijazah sarjana.
Wisuda bukanlah akhir dari karir akademik seseorang, tetapi akhir dari sebuah perjalanan menemukan jati diri seseorang. Untuk itu wisuda harusnya dijadikan step awal untuk membukan Pandora dunia riil, dunia yang sesungguhnya. Bagi para wisudawan, proses transisi adalah pasti dan marilah kita mengawali langkah ini dengan pasti tanpa ragu-ragu. Hari esok harus lebih baik dari dari ini dan hari kemarin.
Kita tatap masa depan dengan optimistis, dan jadikan masa depan ada dalam genggaman tangan kita. Biar berbagai tantangan menghadang, hambatan silih berganti tetapi tetap ada dalam genggaman kita. Rawe-rawe rantas malang malang putung, demikian kata-kata bijak para pahlawan kemerdekaan kita ketika menghadapi kolonialisme jaman dulu.
Kolonialisme sekarang ini bukan lagi penjajah dalam arti fisik, tetapi penjajahan dalam segala aspek kehidupan. Penjajahan yang paling dominan adalah sikap kapitalisme yang menghinggapi seluruh akal fikiran kita. Tak tanggung-tanggung kapitalisme sudah merasuk seluruh jajaran masyarakat kita, dari desa hingga kota, dari yang muda hinga tua renta, dari yang kaya hingga yang tak berada.
Untuk menghadapi zaman yang serba kapital ini, para wisudawan dituntut untuk bisa mengembangkan semua kemampuan akal fikirnya baik hard skill maupun soft skill yang selama ini dipelajari di bangku kuliah. Lulusan Fakultas Syariah tidak hanya bisa menjadi hakim, advokat atau modin, tetapi lulusan fakultas Syariah harus bisa menjadi orang sukses dimanapun posisi kita dibutuhkan. Fakta membuktikan lulusan Syariah bisa berkarir di bidang politik, birokratis (PNS dan TNI/Polri), ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Sederetan politisi seperti Idrus Marham yang menjadi Sekjen Golkar sekarang ini, almarhum Qodri Azizi yang menjadi sekjen Kemensos, Noor Ahmad yang malang melintang di jagat politik dan pendidikan, dan nama-nama lainnya seperti Khusnun Nia, Endro Suyitno, Zen, para politisi di Jakarta dan Jawa Tengah, Taufik Ch (cah hebat), Eman, Nur Khoirin di bidang advokat, serta Lutfi hamidi dan Lutfi Honggowongso pegiat di bidang bisnis, menambah deretan alumni Fakultas Syariah yang meraih sukses berkat mengembangkan soft skill yang selama ini digeluti di kampus Syariah.
Melalui lembaga Keluarga Alumni Fakultas Syariah yang disingkat KAFASYA kita bekerja sama untuk meraih sukses di bidang dan kemampuan kita masing-masing. Brafo alumni KAFASYA, amiiiiiiiin. Ngalian 27 Januari 2011. (imam yahya)
Sebagai sebuah keniscayaan, wisuda merupakan masa yang ditunggu-tunggu oleh setiap insan akademika di berbagai tingkatan pendidikan, dari strata `1 hingga strata 3, bahkan belakangan ini wisuda juga digunakan untuk tingkatan pendidikan Taman kanak-kanak (TK). Masanyapun turut berbeda-beda, ada yang tujuh semester ada juga yang sampe tujuh tahun alias empat belas semester.
Bagi para wisudawan yang penting adalah bukan berapa cepat dan berapa lama studi, tetapi mau apa pasca wisuda? Inilah yang disindir oleh Iwan Fals yang mengisahkan seorang sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan kemudian pekerjaannya justru “mencari pekerjaan” dengan berbekal selembar ijazah sarjana.
Wisuda bukanlah akhir dari karir akademik seseorang, tetapi akhir dari sebuah perjalanan menemukan jati diri seseorang. Untuk itu wisuda harusnya dijadikan step awal untuk membukan Pandora dunia riil, dunia yang sesungguhnya. Bagi para wisudawan, proses transisi adalah pasti dan marilah kita mengawali langkah ini dengan pasti tanpa ragu-ragu. Hari esok harus lebih baik dari dari ini dan hari kemarin.
Kita tatap masa depan dengan optimistis, dan jadikan masa depan ada dalam genggaman tangan kita. Biar berbagai tantangan menghadang, hambatan silih berganti tetapi tetap ada dalam genggaman kita. Rawe-rawe rantas malang malang putung, demikian kata-kata bijak para pahlawan kemerdekaan kita ketika menghadapi kolonialisme jaman dulu.
Kolonialisme sekarang ini bukan lagi penjajah dalam arti fisik, tetapi penjajahan dalam segala aspek kehidupan. Penjajahan yang paling dominan adalah sikap kapitalisme yang menghinggapi seluruh akal fikiran kita. Tak tanggung-tanggung kapitalisme sudah merasuk seluruh jajaran masyarakat kita, dari desa hingga kota, dari yang muda hinga tua renta, dari yang kaya hingga yang tak berada.
Untuk menghadapi zaman yang serba kapital ini, para wisudawan dituntut untuk bisa mengembangkan semua kemampuan akal fikirnya baik hard skill maupun soft skill yang selama ini dipelajari di bangku kuliah. Lulusan Fakultas Syariah tidak hanya bisa menjadi hakim, advokat atau modin, tetapi lulusan fakultas Syariah harus bisa menjadi orang sukses dimanapun posisi kita dibutuhkan. Fakta membuktikan lulusan Syariah bisa berkarir di bidang politik, birokratis (PNS dan TNI/Polri), ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Sederetan politisi seperti Idrus Marham yang menjadi Sekjen Golkar sekarang ini, almarhum Qodri Azizi yang menjadi sekjen Kemensos, Noor Ahmad yang malang melintang di jagat politik dan pendidikan, dan nama-nama lainnya seperti Khusnun Nia, Endro Suyitno, Zen, para politisi di Jakarta dan Jawa Tengah, Taufik Ch (cah hebat), Eman, Nur Khoirin di bidang advokat, serta Lutfi hamidi dan Lutfi Honggowongso pegiat di bidang bisnis, menambah deretan alumni Fakultas Syariah yang meraih sukses berkat mengembangkan soft skill yang selama ini digeluti di kampus Syariah.
Melalui lembaga Keluarga Alumni Fakultas Syariah yang disingkat KAFASYA kita bekerja sama untuk meraih sukses di bidang dan kemampuan kita masing-masing. Brafo alumni KAFASYA, amiiiiiiiin. Ngalian 27 Januari 2011. (imam yahya)
Langganan:
Postingan (Atom)