Oleh: Imam Yahya (Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang)
Sebagai sebuah keniscayaan, wisuda merupakan masa yang ditunggu-tunggu oleh setiap insan akademika di berbagai tingkatan pendidikan, dari strata `1 hingga strata 3, bahkan belakangan ini wisuda juga digunakan untuk tingkatan pendidikan Taman kanak-kanak (TK). Masanyapun turut berbeda-beda, ada yang tujuh semester ada juga yang sampe tujuh tahun alias empat belas semester.
Bagi para wisudawan yang penting adalah bukan berapa cepat dan berapa lama studi, tetapi mau apa pasca wisuda? Inilah yang disindir oleh Iwan Fals yang mengisahkan seorang sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan kemudian pekerjaannya justru “mencari pekerjaan” dengan berbekal selembar ijazah sarjana.
Wisuda bukanlah akhir dari karir akademik seseorang, tetapi akhir dari sebuah perjalanan menemukan jati diri seseorang. Untuk itu wisuda harusnya dijadikan step awal untuk membukan Pandora dunia riil, dunia yang sesungguhnya. Bagi para wisudawan, proses transisi adalah pasti dan marilah kita mengawali langkah ini dengan pasti tanpa ragu-ragu. Hari esok harus lebih baik dari dari ini dan hari kemarin.
Kita tatap masa depan dengan optimistis, dan jadikan masa depan ada dalam genggaman tangan kita. Biar berbagai tantangan menghadang, hambatan silih berganti tetapi tetap ada dalam genggaman kita. Rawe-rawe rantas malang malang putung, demikian kata-kata bijak para pahlawan kemerdekaan kita ketika menghadapi kolonialisme jaman dulu.
Kolonialisme sekarang ini bukan lagi penjajah dalam arti fisik, tetapi penjajahan dalam segala aspek kehidupan. Penjajahan yang paling dominan adalah sikap kapitalisme yang menghinggapi seluruh akal fikiran kita. Tak tanggung-tanggung kapitalisme sudah merasuk seluruh jajaran masyarakat kita, dari desa hingga kota, dari yang muda hinga tua renta, dari yang kaya hingga yang tak berada.
Untuk menghadapi zaman yang serba kapital ini, para wisudawan dituntut untuk bisa mengembangkan semua kemampuan akal fikirnya baik hard skill maupun soft skill yang selama ini dipelajari di bangku kuliah. Lulusan Fakultas Syariah tidak hanya bisa menjadi hakim, advokat atau modin, tetapi lulusan fakultas Syariah harus bisa menjadi orang sukses dimanapun posisi kita dibutuhkan. Fakta membuktikan lulusan Syariah bisa berkarir di bidang politik, birokratis (PNS dan TNI/Polri), ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Sederetan politisi seperti Idrus Marham yang menjadi Sekjen Golkar sekarang ini, almarhum Qodri Azizi yang menjadi sekjen Kemensos, Noor Ahmad yang malang melintang di jagat politik dan pendidikan, dan nama-nama lainnya seperti Khusnun Nia, Endro Suyitno, Zen, para politisi di Jakarta dan Jawa Tengah, Taufik Ch (cah hebat), Eman, Nur Khoirin di bidang advokat, serta Lutfi hamidi dan Lutfi Honggowongso pegiat di bidang bisnis, menambah deretan alumni Fakultas Syariah yang meraih sukses berkat mengembangkan soft skill yang selama ini digeluti di kampus Syariah.
Melalui lembaga Keluarga Alumni Fakultas Syariah yang disingkat KAFASYA kita bekerja sama untuk meraih sukses di bidang dan kemampuan kita masing-masing. Brafo alumni KAFASYA, amiiiiiiiin. Ngalian 27 Januari 2011. (imam yahya)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
kalau menurut bapak, apakah kapitalisme benar atau tidak? Jika tidak, apa perlu kita hancurkan? Atau justru kita pelihara untuk bertahan? salam kenal
Kata bijak menyatakan "al-waqtu kas saifi, inlam taqtahu faqotoaka". Begitu juga kapitalisme, kita harus hati-hati bahkan super hati-hati, kalau kita tidak berani untuk bertarung dengan kapitalisme jangan coba coba berkenalan, tetapi kalau kita cukup teknik dan strategi mari kita berhadapan dengan ide-ide dan pola-pola kapitalisme, kita taklukkan dengan nilai-nilai Islam yang kita miliki.
Posting Komentar