Oleh: Imam Yahya (Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, Anggota Dewan Pengawas Syariah Inkopsyah Jawa Tengah)
Salah satu pertanyaan yang menarik dalam kajian sejarah ekonomi Islam adalah, mengapa Islam jaya pada masa Islam klasik, sementara di abad-abad sekarang ini Islam lebih identik dengan kekurang beruntungan dan di berbagai belahan dunia ini. Negara-negara berpenduduk mayoritas Islam di Afrika dan Asia banyak yang identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Sesungguhnya, sejak lahir islam tidak identik dengan kemiskinan. Sebelum NabiMuhammad SAW diutus Alloh sebagai Nabi dan Rasul, beliau telah dikenal sebagai sebutan al-Amin, orang yang jujur dalam berbagai hal terutama kejujurannya dalam berdagang. Perdagangan pada saat itu merupakan profesi utama dalam tradisi klasik jazirah Arabia. Dengan sebutan al-Amin ini pulalah saudagar besar pada saat itu, Siti Khadijah bin Khuwailid akhirnya meminang Nabi Muhammad sebagai suami.
Dalam sirah Nabawi diterangkan bahwa ketika menikah dengan Khadijah, Nabi memberikan mas kawinnya sebesar 400 ternak sapi (jika dikurskan sekarang ini 400 x 10 jt, 4 milyar). Tidak mungkin kalau dengan 400 sapi, Nabi dianggap sebagai orang tak berada. Nabi sebagai salah satu pelaku pasar tentunya banyak memberikan uswatun hasanah bagaimana menjadi orang yang senantiasa berkarya dalam bidang ekonomi syariah.
Banyak ayat-ayat Qur’an dan Hadits yang memberikan semangat dalam mengembangkan ekonomi syariah di antaranya QS.ar-Rum : 39.
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Ayat ini menyampaikan pesan moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan Al-quran ini secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang.
Begitu juga dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang menjadi hukum mengenai status riba
الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275).
Memahami ayat ayat tersebut, apalah arti sebuah usaha kita bertambah besar dan maju kalau hanya sekedar sukses di depan manusia,sementara di hadapan Alloh usaha kita yang didasarkan karena riba semata tidak ada manfaat sedikitpun. Usaha yang tidak mendapatkan rahmat dan ridlo Alloh hanya bermanfaat selama kita di dunia, tak ada atsar di alam pasca dunia.
Untuk itu agar usaha dan rizqi kita barokah dan bermanfaat baik di hadapan manusia maupun di depan Alloh,maka usaha kita harus bersih dari riba dan mendapatkan ridho di hadapan Alloh SWt. Sehingga doa kita yang senantiasa dipanjatkan kehadlirat Alloh yakni Rabbana atina fid dunia hasanah wafilakhiroti hasanah waqina adzaban naar, sukses di dunia dan sukses di akhirat bisa diwujudkan dalam prilaku ekonomi syariah yang sekarang ini masih tertatih-tatih baik secara substantif maupun tehnis operasionalnya. La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim.
(Disampaikan pada acara Bisnis Gathering, para Pemegang Simsus "Hudatama" Semarang, 25 Januari 2011, di Hotel Patra Jasa Semarang)
Sabtu, 29 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
mantap pak.
saya ikut membaca.
sambil mencari ilmu baru..
Posting Komentar