Arah kiblat merupakan hal yang perlu mendapat perhatian dari masyarakat. Keberadaannya sebagai salah satu syarat sahnya shalat menjadikan arah kiblat perlu ditentukan dengan sungguh-sungguh. Pada awal tahun 2010, arah kiblat banyak dibicarakan di masyarakat dengan adanya isu pergeseran arah kiblat karena pergeseran lempengan bumi dan gempa bumi. Hampir separuh dari masjid yang ada di Indonesia diperkirakan arah kiblatnya tidak tepat. Banyak masjid dan musholla yang kemudian diukur kembali dengan metode yang canggih untuk dapat menghasilkan arah kiblat yang akurat. Dari pengukuran tersebut, diketahui bahwa sebenarnya arah kiblat masjid tidak pernah bergeser dari tempatnya. Masjid tersebut tetap pada posisi semula, hanya saja metode yang digunakan untuk mengukur arah kiblat tidak seakurat dan secanggih saat ini ketika teknologi telah berkembang lebih maju.
Selama ini kita mengenal banyak metode penentuan arah kiblat, dari yang sederhana seperti rashdul kiblat, kompas, rubu’ mujayyab, dan sebagainya, hingga menggunakan teknologi canggih seperti theodolit dan GPS, dan software-software kiblat. Berbagai metode tersebut memiliki keakurasian masing-masing. Ada yang hanya dapat digunakan sebagai ancar-ancar / perkiraan saja seperti kompas, karena arah utara yang ditunjukkan oleh kompas bukan arah utara sejati dan kompas sangat terpengaruh oleh medan magnet yang ada di sekitarnya, sehingga cukup sulit untuk mendapatkan arah kiblat yang akurat dari kompas. Sedangkan rubu’ mujayyab cukup akurat, hanya saja satuan sudut yang tertera dalam tabelnya kurang detail karena hanya mencakup satuan menit saja. Adapun theodolit dan GPS menghasilkan arah kiblat yang akurat, hanya saja keberadaan alat yang cukup mahal dan tidak banyak orang yang dapat mengoperasikannya sehingga alat ini tidak dapat digunakan oleh masyarakat. Yang paling akurat dari berbagai metode tersebut adalah rashdul kiblat. Selain sederhana dan dapat dilakukan oleh siapa saja, metode ini menghasilkan arah kiblat yang akurat sama sebagaimana arah yang dihasilkan oleh alat theodolit dan GPS.
Dari berbagai metode penentuan arah kiblat tersebut, baru-baru ini ditawarkan sebuah teori penentuan arah kiblat dengan menggunakan segitiga dan bayang-bayang matahari. Metode ini tergolong cukup sederhana karena hanya dengan teknik pembuatan sudut kiblat dengan segitiga dan memanfaatkan bayangan matahari, kita sudah dapat mengetahui arah kiblat dari tempat yang kita inginkan. Namun demikian, teori bayang-bayang kiblat dengan menggunakan segitiga perlu dibahas lebih dalam, bagaimana teori ini diaplikasikan di lapangan dan sejauh mana akurasi dari metode tersebut, sebagaimana dalam thesis pakar falak IAIN Walisongo Drs. KH. Slamet Hambali, MSI.
Untuk mengayubagyo tesis yang ditulis oleh salah satu Dosen senior di Fakultas Syariah, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo akan menyelenggarakan SEMINAR: “UJI AKURASI METODE PENENTUAN ARAH QIBLAT DENGAN SEGITIGA SIKU-SIKU DARI BAYANGAN MATAHARI”, pada hari Kamis, 9 Juni 2011 di Aula I lantai II Kampus I IAIN Walisongo Semarang dengan narasumber: Drs. KH. Slamet Hambali, MSI (Penemu Teori, Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo), KH. Noor Ahmad SS, (Pakar Ilmu Falak, Anggota Lajnah Falakiyah PBNU Jakarta) dan Drs. H. Nabhan Masputra, MM (Pakar Ilmu Falak, Anggota Badan Hisab Rukyat Pusat Jakarta).
Seminar akan dibuka oleh Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang sekaligus meloncing PUSLAFALAK (Pusat Layanan Falak) Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Bertindak sebagai keynote speech Rektor IAIN Walisongo Prof. Dr. H. Muhibbin, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar